MAKALAH
PENGANTAR ILMU PERTANIAN
PERDAYAAN PETANI TANAMAN PANGAN DAN
HORTIKULTURA
OLEH
:
NAMA
: ABDUL ARFAN
NIM :
1209008832
PRODI :
AGROEKOTEKHNOLOGI
PENGANTAR
ILMU PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur
panjatkan kehadirat alloh swt, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulisa
penulisan telah mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Perdayaan Petani Tanaman
Pangan dan Hortikultura” makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
makalah Pangantar Ilmu Pertanian.
Dimasa lalu,
memang pembangunan pertanian di Indonesia dipandang sebagai upaya sistematis
peningkatan produksi di subsistem budidaya atau usahatani pertanian (On –farm
agribusiness). Paradigma pembangunan ekonomi yang menerapatkan pertanian
sebagai sektor pendukung yang tangguh bagi pembangunan sektor industri juga
masih memandang pertanian yang dimaksud sebagai kegiatan budidaya atau usaha
tani (farming).
Didasari
dengan luasnya materi bagi mahasiswa/i penyusun mencoba memberikan yang terbaik
dari makalah ini.
Penyusun
berterima kasih kepada dosen pembimbing Ir. Rahmawati. Mp, yang telah
memberikan arahan kepada penyusun.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Penyusun berharap kritik dan saran dari pembaca. Atas kritik dan sarannya penyusun ucapkan terima kasih.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Penyusun berharap kritik dan saran dari pembaca. Atas kritik dan sarannya penyusun ucapkan terima kasih.
Medan,
19 Desember 2013
Penulis
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kegiatan
ekonomi yang berbasis pada tanaman pangan dan holtikultura merupakan kegiatan
yang sangat penting (stategis)di Indonesia. Disamping imelibatkan tenaga kerja
terbesar dalam kegiatan produksi, produkny juga merupakan bahan pangan pokok
dalam komsumsi pangan di Indonesia. Sebagai kedudukannya sebagai bahan pangan
pokok, produk tanaman pangan dan holtikultura menjadi fakto utama dalam
menentukan biaya hidup di Indonesia sedemikian rupa, sehingga memungkinkan
biaya tenaga kerja dalam stuktur biaya produksi barang dan jasa tergolong
terendah di dunia. Dilihat dari sisi bisnis, kegiatan ekonomi yang berbasis
tanaman pangan dan holtikultura merupakan kegiatan bisnis terbesar dan tersebar
luas di Indonesia. Peranannya sebagai penghasil bahan pangan pokok, mnyebabkan
setiap orang dari 200 juta lebih penduduk Indonesia terlihat setiap hari dalam
kegiatan ekonomi tanaman pangan dan holtikultuara.
Ironisnya,
para petani tanaman pangan dan holtikultura berada pada kegiatan bisnis
terbesar, kehidupan sosial ekonomi mereka masih tetap tertinggal dari kelompok
masyarakat lainnya. Bahkan ada kecenderungan bahwa petani tanaman panagn dan
holtikultura terperangkap dalam lingkaran setan sosial- ekonomi bentuk modern.
Bila pada fenomena sosial- ekonomi tradisional ini disebabkan permodalan dan
penguasaan teknologi yang rendah sehingga poduktifitas, pendapatan, dan
pembentukan modal rendah, maka pada fenomena lingkaran setan sosial ekonomi
modern justru terjadi pada kondisi permodalan, penguasaan tenologi, dan
produktifias fisik yang relatif tinggi, namun nilai moneter prouktifitasnya
rendah sebagai akibat harga yang diterima petani relatif rendah. Akibatnya,
pendapatan petani tetap rendah. Keadaan yang demikian ini dapat kita telusuri
dari pembangunan ekonomi petani yang berlangsung selama ini.
B. Rumusan
Masalah
Bagian ini
berisi pembahasan masalah yang akan di bahas.
Berikut rumusan masalah:
- Ekonomi usaha tani dan paradoks produktifitas
- Ketahanan Pangan
- Pemberdayaan Ekonomi Petani
C. Tujuan
Makalah
Makalah ini disusun untuk mengetahui
paradigma baru dalam pembangunan ekonomi berbasis pertanian, serta
mendeskripsikan penyebab dan pemberdayaan produksi pangan dan holtikultura yang
membuat petani Indonesia sangat sengsara dengan hasil produksi yang rendah dan
merugikan bagi kehidupannya.
PEMBAHASAN
A. Ekonomi
Usaha Tani dan Paradoks Produktifitas
Tragedi
kekurangan pangan, khususnya beras yang dialami bangsa kita pada akhir orde
lama telah mempengaruhi keputusan politik pembangunan pertanian sejak awal orde
baru. Keputusan politik pembangunan pertanian yang dimaksud adalah mempercepat
peningkatan produksi pangan, khususnya beras. Dalam politik pertanian yang
berorientasi peningkatan produksi, pembangunan teknologi, pengembangan
organisasi dan kelembagaan petani, pengambangan stuktur dan kelembagaan
pertanian pedesaan serta kebijakan harga dan tataniaga ditujukan untuk meningkatkan
dan menyelamatkan produksi pertanian.
Sedangkan
nilai tambah yang dinikmati oleh petani pada usaha tani semakin diperkecil pula
oleh struktur non usaha tani yang dispersal, asimetris, dan cenderung
terdistorsi, sehingga menimbulkan masalah transmisi (pass trough
problems)seperti transmisi yang tidak simetris. Penurunan harga ditingkat
konsumen di transmisikan dengan cepat dan sempurna kepada petani, sedangkan
nilai harga ditrnsmisikan dengan lambat dan tidak sempurna. Disamping itu,
informasi pasar, seperti prefensi konsumen, ditahan dan bahkan digunakan
untukmengeksploitasi petani. Masal tersebut menjadi lebih parah karena sifat
produk usaha tani yang cepat rusakdan petani tidak memiliki teknologi
penyimpanan. Akibatnya, harga yang diterima petani tetap remdah . Pada kondisi
yang demikian, petani menghadapi suatu paradoks produktifitas. Semakin
meningkat produktifitas ( produksi) usaha tani, semakin besar nilai tambah yang
dinikmati oleh mereka yang berada pada non usaha tani, sehingga tingkat pendapatan
rill petani semakin tertinggal dari tingkat pendapatan mereka yang berada pada
non usaha tani.
Dalam
kondisi paradoks tersebut, segala upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
prouksi pertanian seperti perbaikan teknologi, kebijakan harga, kebijakan perkreditan,
dan bahkan pembangunan saran dan prasarana pertanian pedesaan, sebagian besar
manfaatnya dinikmati oleh mereka yang berada di non usaha tani. Sehinggawajar
apabila mereka cepat bertumbuh menjadi pengusaha menengah hingga konglomerat
yang kita kenal dewasa ini. Sementara petani hanya bisa mengeluh, menjalini
kehidupan ekonomi yang terjerumus pada lingkaran seta sosial-ekonomi bentuk
modern. Dengan nilai rendah, berarti juga pendapatannya relatif rendah, maka
pembentukan modal pada usaha tani tidak berjalan. Meskipun sumber permodalan
eksternal dapat memenuhi kebutuhan modal petani dan teknologi budidaya telah
mereka kuasai, tetapi tetap pendapatan yang di akibatkannya tetap rendah. Maka
tetap saja kondisi sosial ekonomi mereka tidak banyak berubah. Bahkan banyak
diantara petani kita harus “ gali lobang tutup lobang” dalam pembiayaan usaha
taninya.
B. Ketahanan
Pangan
Bagi bangsa
Indonesia, dengan jumlah penduduk tahun 1997mencapai 200 juta jiwa dan pada
tahun 2020, diperkirakan akan mencapai sekitar 220 juta jiwa, pengadaan pangan
merupakan merupakan persoalan serius. Pengalaman sejarah Pembangunan Indonesia
menunjukan bahwa masalah ketahan pangan (food security) sangat erat kaitannya
dengan stabilitas ekonomi (khususnya inflasi), biaya produksi ekonomi agregat
(biaya hidup), dan stabilitas sosial politik nasional. Oleh karena itu, ketahan
pangan menjadi syarat mutlak bagi penyelenggaraan pembangunan nasional.
Pengolahan
ketahanan pangan menyangkutaspek-aspek berikut:
1. Penyediaan
jumlah bahan-bahan pangan yang cukup untuk memenuhi permintaan pangan yang
meningkat baik karena pertambahan penduduk, perubahan komposisi penduduk maupun
akibat peningkatan pendapatan penduduk.
2. Pemenuhan
tuntutan kualitas dan keanekaan bahan pangan untuk mengantisipasi perubahab
preferensi konsumen yang semakin peduli pada masalah kesehatan dan kebugaran.
3. Masalah
pendistribusian bahan-bahan pangan pada ruang (penduduk yang terbesar pada
sekitar 10000 pulau) dan waktu (harus tersedia setiap hari sepanjang tahun).
4. Masalah
keterjangkauan pangan (food accessibility), yakni ketersediaan bahan pangan
(jumlah, kualitas, ruang dan waktu) harus dapat dijangkau oleh seluruh
masyarakat.
Disamping
bahan pangan yang semakin mahal (sehingga diperlukan devisa yang lebih besar),
juga belum tentu tersedia sebesar jumlah yang kita butuhkan di pasar
Internasional. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bagi bangsa Indonesia
untuk menjamin ketahan pangan, kecuali dari produksi domestik.
C. Pemberdayaan
Ekonomi Petani
Untuk
memberdayakan ekonomi petani, kita perlu terlebih dahulu mengubah politik
pembangunan pertanian yang berorientasi peningkatan produksi ke politik
pembangunan pertanian dengan pendekatan agribisnis. Dengan pendekatan
agribisnis, maka segala upaya, yang dimasa lalu hanya tertuju pada usaha tani
dan kurang pada non usaha tani, akan semakin berimbang dalam arti membangun dan
mengembangkan usaha tani dan non usaha tani secara simultan dan terkoordinasi
dalam satu sistem terintegrasi. Dengan demikian, terbuka kesempatan untuk memfasilitasi
petani untuk dapat merebut nilai tambah yang ada pada kegiatan non usaha tani.
Namun demikian, untuk menjamin nilai tambah dari kegiatan non usaha tani dapat
dinikmati petani maka pembangunan pertanian dengan pendekatan agribisnis harus
diikuti pengembangan koperasi agribisnis sebagai organisasi bisnis petani.
Bila
pembangunan pertanian dengan pendekatan agribisnis yang disertai dengan
pengembangan koperasi agribisnis dapat di berhasilkan, maka kita bukan hanya
menarik petani keluar dari linhkaran setan sosial ekonomi, tetapi juga
sekaligus membangun agribisnis nasional yang berdaya asing, alasannya adalah:
1. Pendekatan
agribisnis yang disertai dengan pengembangan koperasi agribisnis mampu
menghilangkan paradoks produktifitas ditingkat usaha tani, sehingga dapat
keluar dari lingkaran setan sosial ekonomi. Setiap peningkatan produktifitas
akan disertai oleh peningkatan pendapatan, baik bersumber dari nilai tambah
usaha tani maupun non usaha tani melalui kopersai.
2. Dengan
menghadirkan koperasi agribisnis pada non usaha tani yang mempunyai ikatan
institusional dengan petani, antar koperasi, maupun dengan perusahaan swasta
dan BUMN, akan mampu menghilangkan masalah transmisi harga dan margin ganda.
Dengan demikian, harga saprotan yang diterima petani akan lebih murah sehingga
merangsang ekspansi usaha tani.
3. Hilangnya
masalah transmisi harga akan mengintegrasikan ekonomi petani dengan ekonomi non
petani. Kenaikan pendapatan non petani akan meningkatkan konsumsi produk akhir
agroindustri yang umumnya bersifat elastis terhadap perubahan pendapatan. Hal
ini akan meningkatkan pendapatan petani melalui koperasinya.
4. Karena nilai
tambah pada non usaha tani sebagian jatuh ke tangan kopersai petani, maka
mereka mampu mempercepat pemupukan kapital koperasi sehingga akan mampu
memandirikan petani beserta koperasinya.
KESIMPULAN
Dalam
pembahasan makalah tersebut dapat disimpulkan bahwa politik pembangunan
pertanian yang berorientasi peningkatan produksi dan “memfasilitasi” petani
untuk berada pada usaha tani telah mengakibatkan petani terperangkap paradoks
produktifitas. Untuk petani keluar dari kondisi yang demikian, kita perlu
mengubah paradigma pembangunan agribisnis, dengan pendekatn agribisnis berarti
kita telah membuka peluang bagi petani untuk merebut nilai tambah. Pendekatan
agribisnis perlu disertai dengan pengembangan organisasi bisnis petani yaitu:
koperasi agribisnis, baik koperasi primer maupun koperasi sekunder, agar mampu
berperan sebagai aktor utama pada kegiatan non usaha tani. Dengan demikian,
nilai tambah yang ada pada non usaha tani dapat direbut para petani dimasa yang
akan datang.
Daftar
Pustaka
Dwi Eko Langgeng Santoso. 2011. Pengantar
Ilmu Pertanian Pertanian Organik dan Berkelanjutan.
Pengetahuan asli indonesia. blogspot. com/2012/12/tugas-pengantar-ilmu-pertanian.
Diakses tanggal

Tidak ada komentar:
Posting Komentar